Monday, June 14, 2021

KKN UGM PPM JT-122

hari-h sebelum berangkat

KKN adalah salah satu momen yang gak pernah saya lupakan. Saya mendapat kesempatan untuk melaksanakan KKN di desa Kalibening, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Lokasinya berada di kaki Gunung Merapi. Kalau dari peta dibawah sih waktu tempuhnya kurang lebih sekitar satu jam-an lah dari kota tercinta wkwkwkwkwkwk (bahkan di maps saya kaget masih ada tanda home nya wkwkwkwkwkwk). Selalu kangen rasanya pingin balik ke Jogja :)

lokasi Desa Kalibening


Mungkin di part ini saya gak akan cerita detail lah pelaksanaan kegiatan, persiapan, keberangkatan segala macam. Saya orangnya sih lebih suka mengamati, memikirkan dan memaknai suatu kegiatan.

Not Knowledge, but Attitude
Ini sebenarnya ilmu sepanjang hayat sih, first impression yang membuat orang senang dengan kita menurut saya adalah sifat. Walau saya adalah pengagum orang-orang pintar, saya tetap berpikir bahwa attitude/sifat adalah yang utama. Tapi bukan berarti kita jadi malas belajar dengan berpikir bahwa attitude kita sudah oke ya wkwk. Jangan pernah mencari pembenaran atas sifat buruk kita hanya karena pembenaran kita tingkatannya lebih tinggi dari keburukan itu... ya begitulah tafsiran pemhaman saya dari sumber-sumber filsafat yang saya tonton.
Btw terkait dengan attitude, saya mungkin mau sharing suatu pernyataan : "Kagumi sifatnya, jangan orang/tokohnya". Pernyataan ini begitu relevan loh dengan maraknya hoax di grup keluarga zaman now wkwkw. Orang sekarang membela mati-matian orang yang mereka percayai sebagai tokoh panutan, hingga muncullah hoax-hoax tadi wkwk. Bagi saya, cukup kagumi sifatnya... jangan tokohnya. Karna kalau kita mengagumi tokoh, kita tidak akan pernah siap menerima kenyataan ketika tokoh yang kita kagumi melakukan kesalahan. Fatalnya lagi, kita jadi manusia yang berusaha memaklumi suatu keasalahan yang paling fatal sekalipun. Lah tapi kan yang namanya manusia tidak luput dari kesalahan? Cukup katakan salah ketika tokoh yang kita kagumi melakukan kesalahan. Wkwkwk jadi jauh kan bahasannya.
KKN itu intinya adalah attitude. Warga selalu pertama kali melihat attitude kita. Mau sehebat dan sebagus apapun proyek yang akan kita lakukan di lokasi KKN tapi kalau attitude kita buruk, percayalah kita akan jadi bahan gunjingan di kalangan warga desa. 

Simpati, Empati dan Kepekaan
Hal yang satu ini merupakan hal yang penting bagi saya. Saya beberapa kali pergi ke Jakaerta menggunakan KRL. Peraturan KRL mengatakan bahwa tempat duduk di prioritaskan untuk difabel, lansia, ibu hamil, perempuan, dan anak-anak. Gak jarang saya diperlihatkan dengan pemandangan pria muda yang dalam kondisi begitu santai duduk, padahal ada ibu-ibu didepannya berdiri. Ini bukan sekali dua kali terjadi, bahkan hampir setiap kali saya menggunakan KRL. Kondisi ini menurut saya yang disebabakan  oleh sifat lack of empati, simpati dan kepekaan.
Saya dahulu ketika SMA juga seperti itu. Prinsip saya saat itu, apapun yang terjadi disekitar saya, saya gak perduli. Istilahnya, saya urusi hidup saya, kamu urusi hidup kamu. Atau bahasa cueknya take care of your own bussiness lah. Saya pernah segila dan sengeri itu. Tapi semua berubah ketika saya kuliah di Jogja. Saya sadar bahwa sehebat, sepintar, sekuat, sekaya apapun kita, kita tetap membutuhkan orang di sekitar kita. Kalau kata orang-orang tua zaman dulu, "kenapa harus egois, toh yang ngantar dan nguburin mayat kita nanti juga orang lain" wkwk begitulah yang sering saya dengar.
Warga di Kalibening begitu luar biasa simpati dan empatinya. Misalnya saja ketika ada warga yang ingin bangun ataupun renovasi rumah. Hampir semua pria di desa ini membantu warga tersebut, entah sekedar memindahkan material, meratakan tanah, bahkan hingga menancapkan tiang pondasi. Ibu-ibu biasanya akan gotong royong untuk memasak makanan. Segila itu warga Kalibening soal simpati dan empati.
Ketika saya dan rekan sedang mengerjakan pembuatan plang arah jalan desa di perempatan desa, kami merasa kesulitan untuk menggali tanah untuk pondasi plang. Tiba-tiba seorang Bapak turun dari motonya sambil bertanya, "Lagi ngapain Mas?". "Lagi buat pondasi untuk plang jalan Pak" jawab kami. Karena Beliau melihat kami begitu kesulitan menggali tanah, kemudian Beliau meminta linggis yang kami bawa dan langsung mengajari kami cara menggali dengan linggis. Sampai tahap sepeduli itulah kadar simpati dan empati warga di desa ini. Hal ini menurut saya akan tetap relevan sampai kapanpun.

Unforgettable  Moment

The Missing Communication
Saya suku Batak, namun saya akui kekurangan saya ada pada komunikasi bahasa adat. Saya sering mengikuti acara adat Batak, namun kekurangannya saya tidak memiliki inisiatif untuk mempelajari bahasa suku saya. Setelah saya kuliah di Jawa, saya melihat bahwa kebanyakan teman saya suku Jawa hampir semua bisa berbahasa Jawa. Ini juga yang membuat saya minder apalagi kalau orang berkata "kamu udah 4 tahun kuliah di Jogja masa gak bisa ngomong Jawa" wkwkw. Saya dengan senyum slalu menjawab " iso sitik-sitik wkwkw".
Pada minggu pertama kami melaksanakan KKN, kami memiliki agenda untuk menjumpai semua ketua RT di desa Kalibening untuk kulonuwun (silaturahmi). Hal yang harus/memang/ dan sewajarnya kita lakukan ketika kita mengunjungi atau pindah ke suatu tempat, apalagi pedesaan. Saya sebagai pemimpin subunit, datang ke rumah ketua RT bersama semua anggota untuk perkenalan dan menyampaikan maksud kedatangan kami. Setelah saya menyampaikan intro, tiba-tiba Bapak Ketua RT ngomong dengan bahasa Jawa. Walaupun saya gakbegitu paham, inti yang saya pahami bahwa Beliau tidak fasih berbahasa Indonesia. Karena saya juga gakpaham ngomong Jawa, saya langsung memberi isyarat kepada rekan saya yang paham untuk mengambil alih pembicaraan wkwk. Walau saya gakbegitu paham komunikasi yang disampaikan Beliau, saya melihat gestur Beliau yang begitu welcome menyambut kami. Uniknya, hanya 2 dari 7 Ketua RT Kalibening pada saat itu yang fasih berbahasa Indonesia. Intinya sih the key of communication is not only about language, kalau kita memiliki niat dan keinginan yang tulus, orang pasti memahami keinginan kita.

Ibadah di Lereng
Selama 1 bulan mengikuti KKN, saya hanya 2 kali mengikuti ibadah umum. Karena warga Nasrani disini mayoritas beragama Katolik dan Gereja Protestan yang begitu jauh, saya akhirnya ikut teman Katolik untuk beribadah. Ketika saya dan 2 teman lainnya sampai di tempat ibadah, saya begitu kaget karena tempat ibadah nya berada pada undak2 bukit. Pastor yang menyampaikan khotbah berdiri tepat di titik terendah lereng, dan jemaat ada yang duduk di tanah yang datar, dan ada pula duduk di jalan turunan lereng. Dengan beralaskan tikar dan koran, mereka begitu hikmat mendengar khotbah kali itu. Beberapa jemaat berteduhkan tenda, bahkan karena begitu banyak jemaat, banyak juga jemaat yang bertendakan langit.  Btw momen ini salah satu yang berkesan bagi saya. Pertama saya tidak pernah mempelajari agama Katolik. Walaupun sama-sama Nasrani, Protesan dan Katolik berbeda jauh dari banyak aspek, apakah itu prosedur ibadah, kitab Suci, doa, dan sakramen (upacara khusus). Kedua, karena hampir semua jemaat merupakan suku Jawa, Pastor tersebut berkhotbah dengan bahasa Jawa wkwk. Ketidakpahaman saya menjadi double saat itu wkwk. Walau begitu, saya pribadi lebih suka memikirkan makna dari apapun yang terjadi di sekitar saya. Bagi saya, makna ibadah mereka begitu dalam. Mereka datang kepada Sang Khalik bermodalkan kesederhanaan. Artinya, Tuhan tidak melihat dengan apa kita datang kepada-Nya, tapi semurni apa hati kita untuk menyembah-Nya. Begitulah hasil perenungan saya saat itu kala memandang wajah jemaat yang begitu khusuk ketika beribadah. Kalau saya pribadi memiliki kecendrungan untuk mengingat suatu kejadian/event bukan dari semeriah/semahal apa, tapi makna apa yang bisa saya petik dari event tersebut.

lokasi ibadah Katolik di lereng bukit

jemaat maju ke depan altar

Foto setelah ibadah

"Ibu orang tua siapa ya?"
Wkwkwk ini momen epic yang kalau saya ingat kembali selalu buat saya ketawa. Ada salah satu fenomena yang sering terjadi saat KKN. Dosen koordinator wilayah (KORWIL) biasanya tiba-tiba datang ke lokasi peserta KKN untuk melakukan sidak mendadak. Alasan logisnya adalah banyaknya mahasiswa yang balik ke Jogja namun dengan alasan yang tidak jelas. Istilahnya, di form absen ada tandatangan yang menyatakan berada di lokasi KKN, namun ternyata malah pergi ke luar kota, balik ke kos-kosan, bahkan untuk tujuan nonton dan jalan-jalan ke mall wkwk. Yang paling rawan sidak mendadak ini ada di wilayah KKN Jogja dan Jawa Tengah, karena hobi mahasiswa yang lebih suka balik ke Jogja dibanding berada di lokasi KKN.
Saya gak ingat tanggal dan waktunya, tapi yang saya ingat waktu itu siang sekitar jam 1. Saya lagi duduk diteras rumah sedang bermain bersama anak-anak disana. Tiba-tiba ada ibu (warga Kalibening) mendatangi rumah kami dan ngomong ke saya "Mas ada yang cari lokasi pondokan (rumah) KKN". Pikiran saya waktu itu kemungkinan ada orang tua teman saya yang datang berkunjung, karena mayoritas orangtua teman saya tinggal di Jogja. Kemudian saya langsung keluar menuju mulut gang untuk menyambut beliau.  Saya melihat seorang wanita paruh baya berjalan menuju saya. "Mau cari siapa ya Bu?" Tanya saya membuka percakapan.  "Pondokan mahasiswa KKN dimana?" timpal Beliau. "Itu Bu pondokannya (sambil menunjuk rumah kami)"jawab saya sambil menuntun Beliau menuju lokasi pondokan. " Maaf Ibu orang tua siapa ya?" jawab saya . "Lah kamu gak tau siapa saya? Yang mana kormasit" jawab Beliau lagi. "Saya Bu kormasitnya (pimpinan sub-unit)" jawab saya. "Kamu gaktau siapa saya?" tanya Beliau lagi." Maaf Bu saya tidak tau" jawab saya bingung. "Saya Korwil Jateng. Saya mau sidak kelengkapan anggota kamu" jawabnya. Seketika saya malu dan kaget wkwkw. Saya kira Beliau adalah orang tua teman saya awalnya. Beliaupun masuk ke pondokan dan mengecek kondisi pondokan, daftar hadir, dan catatan agenda kami. Sebenarnya yang terbersik di benak saya saat itu adalah image Beliau yang begitu keras ketika melihat tindakan indisipliner yang dilakukan mahasiswa selama KKN (dari kabar burung sih begitu) wkwk. Tapi ketika Beliau mendapati kami semua mengikuti aturan dan tidak ada yang melakukan pelanggaran, Beliau sebenarnya begitu baik dan mengayomi. Intinya ya Beliau memberi nasihat untuk menjaga nama baik almamater lah dimanapun berada, apalagi di posisi kita yang bertamu ke tempat orang. Intinya sih beliau bersifat keras karens banyaknya kasus pelanggaran selama KKN yang Beliau dapati ketika sidak mendadak. Selama kita benar, jangan pernah takut lah.

Ketika acara penutupan KKN bersama semua perangkat desa, saya langsung mengangkat tangan ketika ditanya siapa yang mau memberikan kesan dan pesan. Pada kesempatan itu saya sampaikan rasa terimakasih saya kepada Kepala Desa Kalibening bahwa sudah menerima kami dengan kemurahan hati yang begitu besar. Saya sampaikan juga bahwa warga di Kalibening mengajarkan saya pelajaran hidup yang tidak pernah saya dapatkan bahkan di kampus sekalipun. 
"Saat saya masih tinggal di Medan, tetangga sedang merenovasi rumah pun saya tidak tahu. Disini ada warga yang bangun rumah semua ikut membantu" Begitulah kalimat yang saya ucapkan menunjukkan kekaguman saya pada masyarakat Kalibening.

Intinya, pengabdian itu sebenarnya bukan melulu soal hal-hal hebat yang bisa kita berikan kepada masyarakat. Ketika kita care kepada orang di sekitar kita, simpati dan empati pada orang di sekitar kita, bahkan hingga memiliki rasa hidup bersama dengan manusia di sekitar kita, kita sudah menjadi orang hebat dan tanpa disadari kita juga sudah mengabdi pada Sang Pencipta. Lakukan hal kecil yang kita yakini benar, maka kita adalah orang-orang hebat.

The best moments

teknik fisika c squad

setelah upacara pembukaan KKN di depan kantor desa

persiapan pemilu kabupaten Magelang

Kulonuwun ke rumah ketua RT

perkenalan kepada warga Kalibening

Tim Subunit asik-asik jala-jalan ke Artos Magelang

Foto bersama Mendian Pak Is dan Ibu Is. Beliau (Pak Is) sudah berpulang ke Sang Khalik Januari 2021 lalu.

Foto di kebun cabe Pak Is dan Ibu Is

mengecat jembatan desa wkwk

Seusai mengajarkan siswa di MTs Kalibening

Es krim setelah ibadah wkwk

Pemasangan plang perempatan desa

Fatul, anak perempuan yang selalu gembira ketika bertemu dengan kami. Saya tidak sengaja mengabadikan momen ini ketika perlombaan 17 Agustus 2018


Tengkyuuu....