Showing posts with label Level Transmitter. Show all posts
Showing posts with label Level Transmitter. Show all posts

Thursday, October 28, 2021

Pengecekan Transmitter yang Rusak | INSTRUMENT PART 17

Pada bagian ini, saya ingin sharing pengalaman saya yang tidak seberapa ini. Tujuan saya murni hanya untuk sharing dan diskusi, karena saya pun sampai sekarang masih belajar dan belajar. Oke langsung saja ke topiknya....

Sebenarnya transmitter yang rusak itu apa sih? Menurut saya makna "rusak" itu bisa diindikasikan dengan sinyal transmitter yang tidak terbaca oleh kontroller / PLC. Ini beda kasusnya dengan "transmitter error". Transmitter error menurut saya ketika ada salah satu fungsi/fitur transmitter yang tidak berjalan dengan semestinya.

Contoh transmitter eror dan penyebabnya :

1. Nilai pembacaan flowmeter yang fluktuatif dan hunting, disebabkan oleh pipa media non metal, sehingga titik referensi bias.

2. Nilai pembacaan ultrasonic level sensor fluktuatif dan hunting, disebabkan oleh koneksi ground sensor ke transmitter tidak terhubung.

Ultrasonic noise source


3. Power pada flowmeter terbaca tidak memenuhi (error), karena kabel sensor yang digunakan bukan merupakan standar factory.

4. Sensorprom pada flowmeter tidak terinstal, sehingga data kalibrasi factory tidak terinput ke transmitter. Membuat transmitter tidak bisa menampilkan hasil pengukuran.

Error on magnetic flowmeter


Dan banyak lagi peristiwa erornya transmitter. Sebenarnya solusi untuk semua device instrumen selalu sama : BACA MANUAL INSTRUMEN TERSEBUT dan CARI TAHU INDIKASI ERRORNYA KARENA APA.

Untuk mencari tahu indikasi dan penyebab eror sebenarnya gampang-gampang susah. 

1. Apakah display instrumen menampilkan suatu lambang terntentu / keterangan eror.

error sign on display

 

2. Cek semua koneksi kabel apakah sudah terhubung secara baik atau belum.

dont forget to wire shield/ground cable to terminal

Kalau misalnya 2 cara di atas belum bisa, kita harus menggunakan try and error diagnose lah wkwk. Kalau yang ini sih udah dalam ranah pengalaman, tidak bisa secara teoritis wkwk.

Okei back to the topic. Untuk transmitter yang rusak, sebenarnya saya punya 1 jurus jitu untuk mengetahuinya. 

Looping Transmitter dengan Menggunakan Remote Display.

Seperti yang kita ketahui, wiring pada transmitter ada beberapa jenis. 

1. Looping 2 wire : merupakan wiring yang paling umum digunakan pada transmitter. 2 wire disini menjelaskan bahwa dalam dalam 1 kabel, berfungsi sebagai daya sekaligus output.

2 wire looping diagram

2. Looping 4 wire : Biasanya 2 kabel digunakan sebagai power, dan 2 kabel lagi digunakan sebagai output.

4 wire transmitter

Langkah Looping Transmitter yang rusak :

1. Cabut kabel transmitter yang berasal dari PLC.

2. Koneksikan transmitter ke RD 300 Siemens.

RD 300 looping to transmitter


3. Pada menu RD 300, lakukan scaling :

lower scale    :     4 mA   -->    4

upper scale    :    20mA   -->    20   

Scaling di atas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui arus looping yang mengalir pada transmitter. Ada 2 kondisi yang dapat kita gunakan sebagai dasar bahwa transmitter rusak. Arus yang terbaca adalah sebesar < 4mA ATAU >20mA. Intinya out of range dari current operation yang seharusnya lah.

Terkait dengan fenomena current yang out of range ini, sebenarnya saya sedikit bingung terkait penjelasannya.

Untuk transmitter yang nilai looping currentnya < 4 mA, saya tidak begitu paham penyebab dan diagnosa kerusakannya. Untuk transmitter yang nilai looping currentnya > 20 mA, bahkan dalam satu kasus mendekati infinite (999.9 mA).

Di bawah ini adalah transmitter rusak yang pernah saya tes :

1. Pressure Transmitter P320

below normal current looping

Dapat dilihat bahwa transmitter mati total. Kemudian wiring dari PLC dilepaskan dari transmitter. Transmitter di looping dengan RD 300 Siemens yang sudah kita scaling. Kemudian RD 300 kita powered on, dan dapat dilihat hasilnya. Transmitter tetap mati, dan arus loopingnya 3,39 mA. Ini jelas out of range dari batas bawah arus looping. Kemudian Siemens Indonesia memutuskan berdasarkan hasil diagnosa bahwa kerusakan ada pada display. Setelah display baru datang dari factory dan dicoba ke transmitter rusak, transmitter tetap tidak menyala. Kemungkingan kerusakannya ada pada mainboard elektriknya. Untuk penyebabnya saya belum tahu pasti, tapi some of possibility akan coba saya tuliskan di bawah.

2. Level Transmitter Probe LU

high humidity on transmitter's terminal. This caused by wrong installation

infinite current looping. Display keep flashing

Saat melihat setup instalasi, saya sudah menduga bahwa transmitter yang satu ini rusak karena kemasukan air. Okeii saya coba cek dulu kondisinya. Seperti biasa setelah transmitter dilepaskan dari kabel plc, maka kita looping dengan RD 300. Transmitter yang tadinya mati, tiba-tiba menyala. Namun kondisi menyala bukan berarti bahwa transmitter baik-baik saja. Tiba-tiba layar menampilkan simbol aneh yang tidak dapat mengerti. Hanya menampilkan seven segment yang tidak jelas bentuknya. Oiya semua display transmitter pasti menampilan seven segment. Yang paling bikin saya kaget adalah, pada RD300 ditampilkan angka 999,9 mA. Yang mana artinya bahwa looping current tersebut jauh melebihi 20 mA. Disini saya begitu kaget karena selama saya melakukan pengujian looping current dengan RD300, maksimal yang selalu saya dapat adalah arus sebesar 20 mA. Flashing pada display RD300 semakin membuat saya curiga, bahwa transmitter ini sudah dalam kondisi rusak. Dan setelah saya cek pada manual RD300, ternyata memang benar :

error on datasheet

RD300 memang didesain untuk looping 4-20 mA. Jadi ketika suatu arus looping ada diluar batas tersebut, maka device ini akan menampilkan angka secara flashing. Ini sudah jelas saya pikir berada pada kondisi infinite current. Sesuai persamaan hukum listrik, arus akan mendekati tak terhingga ketika resistansi ~ 0 ohm. Yang membuat resistansi ~0 tentunya adalah peristiwa short circuit, dimana potensial positif langsung berhubungan dengan potensial negatif tanpa melewati hambatan (board transmitter).


Kesimpulan

Sebenarnya untuk pengecekan apakah sebuah transmitter sudah rusak atau belum ada banyak caranya. Yang paling umum digunakan adalah menggunakan HART Communicator. Karena fitur pada HART Communicator ini sangat banyak (tidak hanya mengecek looping current), tapi juga bisa mengecek dan mengimput rentang kerja transmitter.

Saya sudah menanyakan masalah ini dibeberapa forum khusus automation and instrument, dan orang yang expert di bidang instrumen mengatakan bahwa produsen tidak tertarik untuk memproduksi part instrument. Artinya ketika alat instrumen kita rusak (selama ini bukan karena human error), pilihannya hanya ada 2 : claim warranty selama masih ada masa garansinya, atau beli yang baru. Hal ini juga yang menurut saya menjadi alasan kenapa diagnosa penyebab kerusakan instrumen tidak secara detail diteliti. Misalnya TV kita mati dan kita panggil teknisi. Pasti teknisi tersebut menyarankan kita membeli komponen A, B, C. Instrumen tidak seperti itu, terkadang masalahnya sulit dideteksi.

Terkait penyebabnya, dibawah saya akan berikan penjelasan dari orang yang expert :

link : Siemens Forum 

There are general service conditions that cause failures, like:

- heat kills electronic components and seals.  Over heating any electronic device shortens its life considerably.
- over pressuring pressure components either kills the sensor or distorts so badly that the readings are meaningless.
- water or liquid intrusion into electronic compartments causes damage
- near lightning strikes damage electronics
- excessive common mode voltage can burn out electronics
- corrosion causes electrical connection problems which causes faults.
- Applying 24Vdc across the input resistor of 4-20mA input channel will burn out the little 1/8W resistor (when someone puts a jumper across the (+) and (-) terminals of a powered, 2 wire transmitter)
- dirt and grit in the flow stream of a turbine meter
- customers will connect 120Vac across the terminals 24Vdc device and burn it up.

Sebenarnya kerusakan transmitter lebih banyak disebabkan human error ketimbang defect from factory. Jadi sebaiknya pahami spesifikasi trasnmitter, pahami prosedur dan instalasi terlebih dahulu, dan jangan lupa baca manual alatnya sebelum dioperasikan. 

Tengkyuuuuu...

Monday, August 16, 2021

Open Channel Flowmeter dan Level menggunakan Pressure | INSTRUMENT PART 15

TIADA AKAR ROTANPUN JADI

Mungkin ini merupakan sifat alami manusia yang hadir dari hasil kekreativitasan manusia wkwk. Manusia selalu berpikir memanfaatkan alat/barang di sekitarnya untuk menggantikan fungsi alat/barang yang tidak dia punya, namun sedang dibutuhkan.




Mungkin fenomena substitusi barang seperti gambar diatas bagi kita tidak masalah dan tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Lantas bagaimana jika dibawa ke industrial case?
Nah didunia sensor juga banyak terjadi fenomena seperti ini. Biasanya fungsi substitusi itu mencul karena adanya hubungan kedua fenomena variabel itu berdasarkan hukum fisika atau hanya sebatas korelasi linearitas (kesebandingan). Di bagian ini saya akan menjelaskan fenomena "tiada rotan akarpun jadi" versi sensor.

1. Open Channel Flowmeter
Saya baru memahami kasus ini ketika ada customer yang meminta flowmeter untuk saluran terbuka. Bagi kalian yang belum tahu apa itu open channel flowmeter, kalian bisa lihat melalui link di bawah :
Untuk sensornya menggunakan ultrasonic continuous level sensor dan LUT400 transmitter.

design of open channel cannal

Prinsip Kerja : Kita input data-data kanal kita ke transmitter. Nah transmitter nantinya akan mengkonversi ketinggian ke laju aliran. Ini menggunakan prinsip linearitas. Misalnya ketika tinggi air pada h reference (0%) = 5 m3/jam dan saat tinggi air maksimum =  10 m3/jam. Maka saat tinggi air 50% dari h maks, maka itu setara laju aliran 7,5 m3/jam. 

Sebenarnya variabel utama yang mau diketahui adalah variabel flow (laju aliran). Namun sistem substitusi itu digantikan dengan sensor ketinggian dengan prinsip persamaan matematis maupun korelasi linearitas.

kanal terbuka tampak depan


Intinya open channel itu biasanya menggunakan sistem bendungan untuk memastikan air tetap mengalir. 

Apa yang sebenarnya menjadi masalah?
Kebanyakan orang berpikir bahwa ini sensor flow. Padahal kita tetap harus berpikir bahwa ini level sensor. Kesalahan berpikir ini menyebabkan orang membeli sensor level ini untuk mengukur laju aliran fluida dengan desain open channel yang asal-asalan. Intinya banyak orang yang menganggap bahwa semua parit/kanal itu dapat disebut open channel, padahal banyak sekali syarat untuk menetapkan suatu kanal open channel atau tidak.

Dibawah ini adalah kasus kesalahan berpikir manusia :

the fault of open channel understanding


Dari gambar desain di atas, dapat kita lihat bahwa kanal tersebut merupakan kanal terbuka tapi tidak memenuhi syarat open channel. Kenapa? karena syarat utama open channel merupakan kanal dimana fluida mengalir secara satu arah dan tidak ada feedback flow.

Lantas apa yang terjadi jikalau kita menggunakan level sensor untuk mengukur flow open channel seperti kasus di atas? Jawabannya ya sensor akan tetap mengukur laju aliran fluida berdasarkan level. Padahal kenyataannya tidak ada air yang mengalir, karena air hanya menggenang. Inilah kesalahan yang terjadi ketika kita menggunakan suatu sensor yang tidak pada hakikatnya. Banyak pertimbangan yang benar-benar harus dipahami. 

Hal pertama yang benar-benar harus dipahami untuk kasus ini, apakah kanal yang kita punya sudah memenuhi syarat open channel atau belum.

Apa yang terjadi jikalau kita membawa kasus di atas ke ranah sensor flow yang sebenarnya seperti kasus di bawah?

close pipe and no flowing fluid


Maka jawabannya laju aliran akan terbaca 0 m3/ jam. Karena meskipun ada air, tapi air tersebut tidak mengalir. Inilah keuntungan ketika kita menggunakan alat/barang yang sesuai pada hakikatnya. Pertama kita tidak perlu ragu lagi akan faktor-faktor eksternal (minim pertimbangan lah). Kedua hasil pembacaan sensor tentunya lebih akurat dibanding hasil pembacaan yang sudah melewati proses konversi seperti pada kasus konversi dari level ke flow.


2. Sensor Tekanan untuk aplikasi level.

Banyak orang sudah tahu aplikasi dp sensor (differential pressure) untuk mengukur level. Ya prinsip sederhananya tentunya menggunakan tekanan hidrostatis.

formula of hydrostatic pressure

Sebenarnya ada satu hal yang menjadi concern ketika kita menggunakan prinsip pengukuran level menggunakan tekanan. Pada awal sebelum beroperasi, kita harus menginput nilai density/massa jenis fluida di dalam tangki. Jikalau ada perbedaan temperature antara T fluida input dengan T fluida di dalam tangki, ini lah yang menyebabkan eror dalam kalkulasi ketinggian fluida. Jikalau ada perubahan suhu di dalam tangki, maka dapat dipastikan hasil pembacaan level fluida salah. Untuk lebih paham persamaan matematis antara perubahan massa jenis dengan suhu, dapat dilihat dari link dibawah dan foto di bawah :

https://www.engineeringtoolbox.com/fluid-density-temperature-pressure-d_309.html 

graph of liquid's density based on presure and temperature 

Nah apa yang menjadi problem?
Bayangkan kalau misalnya komoditi fluida yang diukur adalah minyak bumi/crude oil. Misalnya pengukuran level hanya menggunakan single sensor (sensor tekanan) , maka dapat dipastikan eror untuk konversi ke level akan sangat berpengaruh.

Lalu solusinya bagaimana?
Menurut saya pengolahan nilai ketinggian dapat dilakukan di PLC (kontroler), jangan diolah di transmitter. Untuk sensornya perlu ditambahkan sensor density yang juga dihubungkan ke PLC. Nah PLC ini yang nantinya akan mengkonversi input dari sensor tekanan dan sensor density untuk mendapatkan nilai ketinggian yang sebenarnya.

Mengapa sensor substitusi seperti ini begitu banyak digunakan?
Alasannya tentunya adalah soal harga. Bayangkan misalnya untuk sensor laju aliran harganya dikisaran 50-100 juta (electromagnetic flowmeter). Sedangkan sensor level (ultrasonik) untuk konversi ke laju aliran harganya dikisaran 20-30 juta. Selain itu misalnya untuk pengukuran level menggunakan sensor level (radar) harganya dikisaran 50 juta, sedangkan ketika menggunakan sensor dp (tekanan) hanya dikisaran 10 juta. Intinya kalau menurut saya jika harga komoditi fluida yang mau diukur mahal, lebih baik menggunakan sensor yang sesuai hakikatnya. Sebaliknya jikalau komoditi/fluida hanya berupa air misalnya pada plant water treatment plant, hal tersebut menurut saya tidak begitu riskan efeknya.

Kesimpulannya jikalau kita menggunakan sensor fungsi substitusi seperti ini, banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang.


Saturday, May 29, 2021

WIRING PLC SEDERHANA MENGGUNAKAN LEVEL TRANSMITTER LR 250 sebagai ANALOG INPUT dan PUSH BUTTON | INSTRUMENT PART 14

Mungkin saya akan sharing sedikit terkait dengan wiring PLC sederhana menggunakan transmitter. 

        Sebelum saya menjelaskan konfigurasi, saya akan menjelaskan setup percobaan. Pada bagian terdahulu (PART 7 Instrumen) , saya pernah membuat program PLC untuk flowmeter (flowrate dan totalizer). Karena pada saat itu saya masih menggunakan PLC Simulator, pada bagian ini saya akan menggunakan LR 250 sebagai analog input (nialai analog level dianggap mewakilkan analog flowrate), dan dua buah digital input berupa tombol untuk medemonstrasikan nilai digital pulse tottalizer dan tombol reset totalizer. Untuk digital output nya menggunakan lampu sebagai indikator apabila nilai flowrate analog melebihi batas yang ditetapkan.

1. PLC S7-1200 CPU 1212C DC/DC/RLY

PLC pin terminal

penjelasan pin CPU ada pada datasheet/manual di bawah :
penjelasan pin PLC

2. Analog Input 4xU/I 2 Wire connected to SIMATIC ET 200 SP
Penjelasan pin AI module seperti gambar di bawah ;
analog input pin terminal module

3. Terminal Block
Terminal block digunakan hanya untuk meminimalisir banyaknya kabel dalam satu pin. satu terminal block memiliki 4 pin (lubang) dari atas ke bawah. Pin 1 dari atas terhubung ke pin 4 (paling bawah). Untuk pin 2 terhubung ke pin 3.

terminal block



4. Transmitter 
Wiring untuk 2 wire transmitter yang paling umum dikenal adalah sinking dan sourcing. Perbedaannya seperti gambar di bawah :
sinking vs sourcing

5. Push Button
Disini saya menggunakan 2 push button, yang berfungsi sebagai tombol pulse totalizer (digital input) dan reset totalizer (digital input).

6. Lampu
Lampu disini sebagai digital output, dimana lampu akan logic 1 ketika nilai flow (analog input) sudah melebihi batas nilai diberikan transmitter.

7. Relay
Disini saya menggunakan relay berjenis SPST. Relay merupakan komponen umum yang digunakan sebagai safety apabila nilai arus terlalu besar yang dapat merusak perangkat CPU PLC.

8. Wiring

wiring


Dari wiring di atas, dapat dijelaskan :
* Wiring menggunakan mode sourcing trasnmitter
* common yang digunakan merupakan common ground (setiap pin digital input CPU merupakan ground)
* kabel merah = merupakan kabel fasa, kabel biru = merupakan kabel netral.
* kabel hijau = kabel profinet
* pada looping 2 wire transmitter, seharusnya ada 2 kabel yang terhubung ke modul PLC (AI Remote I/O). Dapat dilihat pada modul AI Remote I/O. Namun pada kebanyakan kasus, PLC sudah di grounding melalui CPU. Dapat dilihat pada modul AI Remote I/O, seharusnya pin UV0 dan I0+ terhubung ke Power supply dan transmitter. Namun hanya IO+ (terminal positif yang terhubung), karena grounding UV0 sudah melalui CPU PLC.

setup simulasi


Hasil percobaan saya seperti gambar di bawah :




Tengkyuuuuu.....