Monday, August 16, 2021

Open Channel Flowmeter dan Level menggunakan Pressure | INSTRUMENT PART 15

TIADA AKAR ROTANPUN JADI

Mungkin ini merupakan sifat alami manusia yang hadir dari hasil kekreativitasan manusia wkwk. Manusia selalu berpikir memanfaatkan alat/barang di sekitarnya untuk menggantikan fungsi alat/barang yang tidak dia punya, namun sedang dibutuhkan.




Mungkin fenomena substitusi barang seperti gambar diatas bagi kita tidak masalah dan tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Lantas bagaimana jika dibawa ke industrial case?
Nah didunia sensor juga banyak terjadi fenomena seperti ini. Biasanya fungsi substitusi itu mencul karena adanya hubungan kedua fenomena variabel itu berdasarkan hukum fisika atau hanya sebatas korelasi linearitas (kesebandingan). Di bagian ini saya akan menjelaskan fenomena "tiada rotan akarpun jadi" versi sensor.

1. Open Channel Flowmeter
Saya baru memahami kasus ini ketika ada customer yang meminta flowmeter untuk saluran terbuka. Bagi kalian yang belum tahu apa itu open channel flowmeter, kalian bisa lihat melalui link di bawah :
Untuk sensornya menggunakan ultrasonic continuous level sensor dan LUT400 transmitter.

design of open channel cannal

Prinsip Kerja : Kita input data-data kanal kita ke transmitter. Nah transmitter nantinya akan mengkonversi ketinggian ke laju aliran. Ini menggunakan prinsip linearitas. Misalnya ketika tinggi air pada h reference (0%) = 5 m3/jam dan saat tinggi air maksimum =  10 m3/jam. Maka saat tinggi air 50% dari h maks, maka itu setara laju aliran 7,5 m3/jam. 

Sebenarnya variabel utama yang mau diketahui adalah variabel flow (laju aliran). Namun sistem substitusi itu digantikan dengan sensor ketinggian dengan prinsip persamaan matematis maupun korelasi linearitas.

kanal terbuka tampak depan


Intinya open channel itu biasanya menggunakan sistem bendungan untuk memastikan air tetap mengalir. 

Apa yang sebenarnya menjadi masalah?
Kebanyakan orang berpikir bahwa ini sensor flow. Padahal kita tetap harus berpikir bahwa ini level sensor. Kesalahan berpikir ini menyebabkan orang membeli sensor level ini untuk mengukur laju aliran fluida dengan desain open channel yang asal-asalan. Intinya banyak orang yang menganggap bahwa semua parit/kanal itu dapat disebut open channel, padahal banyak sekali syarat untuk menetapkan suatu kanal open channel atau tidak.

Dibawah ini adalah kasus kesalahan berpikir manusia :

the fault of open channel understanding


Dari gambar desain di atas, dapat kita lihat bahwa kanal tersebut merupakan kanal terbuka tapi tidak memenuhi syarat open channel. Kenapa? karena syarat utama open channel merupakan kanal dimana fluida mengalir secara satu arah dan tidak ada feedback flow.

Lantas apa yang terjadi jikalau kita menggunakan level sensor untuk mengukur flow open channel seperti kasus di atas? Jawabannya ya sensor akan tetap mengukur laju aliran fluida berdasarkan level. Padahal kenyataannya tidak ada air yang mengalir, karena air hanya menggenang. Inilah kesalahan yang terjadi ketika kita menggunakan suatu sensor yang tidak pada hakikatnya. Banyak pertimbangan yang benar-benar harus dipahami. 

Hal pertama yang benar-benar harus dipahami untuk kasus ini, apakah kanal yang kita punya sudah memenuhi syarat open channel atau belum.

Apa yang terjadi jikalau kita membawa kasus di atas ke ranah sensor flow yang sebenarnya seperti kasus di bawah?

close pipe and no flowing fluid


Maka jawabannya laju aliran akan terbaca 0 m3/ jam. Karena meskipun ada air, tapi air tersebut tidak mengalir. Inilah keuntungan ketika kita menggunakan alat/barang yang sesuai pada hakikatnya. Pertama kita tidak perlu ragu lagi akan faktor-faktor eksternal (minim pertimbangan lah). Kedua hasil pembacaan sensor tentunya lebih akurat dibanding hasil pembacaan yang sudah melewati proses konversi seperti pada kasus konversi dari level ke flow.


2. Sensor Tekanan untuk aplikasi level.

Banyak orang sudah tahu aplikasi dp sensor (differential pressure) untuk mengukur level. Ya prinsip sederhananya tentunya menggunakan tekanan hidrostatis.

formula of hydrostatic pressure

Sebenarnya ada satu hal yang menjadi concern ketika kita menggunakan prinsip pengukuran level menggunakan tekanan. Pada awal sebelum beroperasi, kita harus menginput nilai density/massa jenis fluida di dalam tangki. Jikalau ada perbedaan temperature antara T fluida input dengan T fluida di dalam tangki, ini lah yang menyebabkan eror dalam kalkulasi ketinggian fluida. Jikalau ada perubahan suhu di dalam tangki, maka dapat dipastikan hasil pembacaan level fluida salah. Untuk lebih paham persamaan matematis antara perubahan massa jenis dengan suhu, dapat dilihat dari link dibawah dan foto di bawah :

https://www.engineeringtoolbox.com/fluid-density-temperature-pressure-d_309.html 

graph of liquid's density based on presure and temperature 

Nah apa yang menjadi problem?
Bayangkan kalau misalnya komoditi fluida yang diukur adalah minyak bumi/crude oil. Misalnya pengukuran level hanya menggunakan single sensor (sensor tekanan) , maka dapat dipastikan eror untuk konversi ke level akan sangat berpengaruh.

Lalu solusinya bagaimana?
Menurut saya pengolahan nilai ketinggian dapat dilakukan di PLC (kontroler), jangan diolah di transmitter. Untuk sensornya perlu ditambahkan sensor density yang juga dihubungkan ke PLC. Nah PLC ini yang nantinya akan mengkonversi input dari sensor tekanan dan sensor density untuk mendapatkan nilai ketinggian yang sebenarnya.

Mengapa sensor substitusi seperti ini begitu banyak digunakan?
Alasannya tentunya adalah soal harga. Bayangkan misalnya untuk sensor laju aliran harganya dikisaran 50-100 juta (electromagnetic flowmeter). Sedangkan sensor level (ultrasonik) untuk konversi ke laju aliran harganya dikisaran 20-30 juta. Selain itu misalnya untuk pengukuran level menggunakan sensor level (radar) harganya dikisaran 50 juta, sedangkan ketika menggunakan sensor dp (tekanan) hanya dikisaran 10 juta. Intinya kalau menurut saya jika harga komoditi fluida yang mau diukur mahal, lebih baik menggunakan sensor yang sesuai hakikatnya. Sebaliknya jikalau komoditi/fluida hanya berupa air misalnya pada plant water treatment plant, hal tersebut menurut saya tidak begitu riskan efeknya.

Kesimpulannya jikalau kita menggunakan sensor fungsi substitusi seperti ini, banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang.