Selamat Hari Pendidikan!!!
Teknik Fisika dan Sistem Pendidikan di Indonesia
Selamat Hari Pendidikan buat seluruh Guru dan Tenaga Pendidik di Indonesia. Salah satu profesi yang begitu hebat dan selalu membuat saya kagum. Oiya di bagian ini saya ingin share pandangan dan tanggapan saya terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Saya disclaimer bahwa ini merupakan opini pribadi saya berdasarkan apa yang telah saya alami dan jalani secara langsung. Tidak ada maksud dan niat saya dalam memojokkan apapun dan siapapun dalam bagian ini. Murni sebagai kritikan yang saya yakin dapat membangun pendidikan di Indonesia.
Sebenarnya opini terkait pendidikan di Indonesia ini sudah banyak disampaikan oleh beberapa pihak. Namun entah kapan kritik ini dapat direalisasikan oleh pemerintah Indonesia. Mari kita bahas.....
Salah satu kritik yang selalu bergema terkait pendidikan di Indonesia adalah mengenai pendidikan general yang sebenarnya memberatkan siswa. Mengapa saya katakan begitu? Bukan tanpa alasan, karena saya sendiri sudah merasakan dunia kerja. Oke dimulai dari sejak SMP. Kurikulum SMP yang saya jalani di tahun 2009-2012 lalu, sama seperti sekolah lain kebanyakan. Mulai diajarkan pelajaran eksak seperti kimia, fisika, matematika yang sudah mengarah kepada aljabar wkwk dan pelajaran soshum seperti geografi, ekonomi, dan sejarah. Tentu setiap pelajaran mempunyai tujuannya masing-masing. Tapi yang ingin saya soroti disini adalah lebih ke arah ekstrakulikuler yang terlihat juga begitu general (sama seperti kurikulumnya wkwk). Ekskul yang ada di sekolah saya dulu seperti english club, paduan suara, athletic, dan seperti klub-klub kecil mata pelajaran. Ada klub matematika, klub biologi, dan lainnya. Tidak ada yang salah memang, tapi kita hold dulu realitanya. Waktu itu sih saat saya SMP ada pelajaran elektronika, tapi saya gak begitu paham entah karena silabusnya yang tidak jelas atau bagaimana, sehingga minat siswa terhadap elektronika begitu rendah. Oiya SMP saya merupakan SMP swasta, yang bisa dibilang untuk fasilitas bisa dibilang udah oke lah. Komputer di lab sudah pentium 4, bahkan saat saya kelas 9, layar komputer sudah diganti LCD semua wkwk.
SMA Sutomo 1 Medan
xii-ipa-11 sutomo 1 medan 2015
|
Next saya bahasa realita ketika saya SMA. Saya sekolah di SMA Swasta Sutomo 1 Medan. Mungkin saya lebih banyak concern ke kurikulum SMA dan sistem SBMPTN (seleksi masuk perguruan tinggi). Fyi, SMA S Sutomo 1 Medan merupakan SMA peringkat 1 di Sumatra Utara (bukan maksud saya untuk sombong). Kurikulum dan standar SMA Sutomo 1 Medan ini saya bisa katakan begitu gila.
soal yang diberikan di awal SMA. fyi ini soal latihan, bukan ujian wkwkwk |
Untuk informasi saja, standar soal ujian di Sutomo ini menggunakan standar soal ujian Singapore (O-level Exam). Sebulan saya sekolah disini, saya benar-benar merasa tertekan. Kenapa? Karena seperti ada missing knowledge antara bekal yang saya bawa dari SMP dengan realita yang saya hadapi di SMA. Istilah ujian disini disebut Pekan Bulanan (PB), biasanya dalam satu semester ada 2 PB dan 1 UAS. Ketika hasil PB 1 awal sekolah keluar, saya tidak begitu heran dengan hasil saya yang bisa dibilang ancur-ancuran lah. Ditambah lagi dengan matkul mandarin saya yang nilainya 20 an hahahah. "Ya udahlah, namanya juga lagi adaptasi" pikir saya saat itu. Yang bikin saya kaget adalah ternyata banyak teman sekelas yang orangtuanya di panggil oleh wali kelas karena nilai mereka yang begitu rendah. Kalau tidak salah sih setelah teman saya cerita, walikelas kira-kira ngomong gini ke ortu teman saya, "kalau saran dari saya pindah sekolah Bu, soalnya kalau dipaksain tetap di sini (Sutomo) takutnya ntar gak naik (tinggal kelas)". Jadi memang sekolah ini terlihat bukan mengutamakan bisnis, tapi lebih ke arah kualitas.
Karena merasa tidak kuat bila hanya mengandalkan sekolah formal, saya mengikuti kursus les. Isi materinya ya soal-soal eksak. Dulu semua siswa sebutnya MaFiA. Matematika, Fisika, dan Kimia. Jam lesnya? Ya tiap hari. Bahkan menjelang ujian PB, les tetap buka di hari minggu untuk mematangkan persiapan. Dan bukan hanya saya, hampir semua siswa Sutomo mengikuti les. Tujuan utamanya hanya sekedar bisa bertahan di sekolah ini. Jangankan dapat ranking, tidak kena SP ortu saja udah senang wkwkwkwkwk. Sistem sekolah ini saya akui bagus, membuat siswanya disiplin dan berjuang hahahaha. Tapi saya rasa terlalu berlebihan. Sebut saja dengan soal ujiannya yang setelah saya telisik lebih lanjut, itu setara dengan soal-soal olimpiade bahkan tingkat nasional di Indonesia. Tapi sisi positif sekolah ini tentunya mempersiapkan siswanya menghadapi SBMPTN. Siswa lulusan Sutomo banyak masuk perguruan tinggi negri, bahkan banyak juga yang targetnya ke NTU atau NUS Singapura. Saya yang mengira awalnya bahwa modal ilmu di Sutomo ini dapat berguna hingga kuliah, ternyata keliru. Ilmu tersebut hanya sampai tes SBMPTN, setelah kuliah? Ya yang berguna cuma fisika dan matematika hahaha. Itupun fisika dan matematika basic. Jadi sebenarnya sekolah SMA 3 tahun manfaatnya 95% hanya untuk bekal SBMPTN hahaha. Syukur saya akhirnya bisa masuk ke Teknik Fisika UGM dengan modal yang berat sejak SMA. Walau ilmunya banyak yang udah hilang hahahaha.
Di Sutomo ini wadah pengembangan peminatan terhadap skill dan keahlian juga saya bilang sangat rendah. Misalnya saja ekskul nya yang juga sangat umum. Palingan ekskul-ekskul spesifik adanya seperti kelas robotika dan komputer (animasi visual). Paling banyak ya ekskul bahasa tentunya. Jadi bisa dibilang hanya berfokus pada kualitas akademik.
Sistem SBMPTN
Saya gak begitu update tentang standar masuk SBMPTN (tes masuk Perguruan Tinggi) saat ini. Yang saya tahu pada zaman saya dulu, soalnya sama gilanya dengan soal PB di Sutomo. Dulu saya masih ingat, saat kelas 12 saya mengikuti bimbel kelas khusus persiapan SBMPTN. Harganya? 10 juta dengan materi les selama 6 bulan. Siang sepulang sekolah jam 3, saya langsung menuju bimbel untuk mengikuti les. Jam 6 pulang ke rumah naik angkot udah dalam kondisi pusing mual lemas hahahahah. Persis udah kayak orang linglung. Nyampe rumah cuman makan sama mandi, abis itu pasti langsung tidur. Besoknya udah harus berangkat sekolah lagi jam 6 pagi. Ya begitulah rutinitas saya selama 1 tahun. Target saya sudah bukan UN, tapi udah SBMPTN.
Pandangan saya terhadap sistem ini, seharusnya sistem ini dibaharui. Alasan saya ada beberapa hal, :
1. Standar soal begitu tinggi, sementara standar pendidikan di masing-masing daerah tidak merata. Bisa jadi siswa di Jakarta bisa mengerjakan soal matematika dengan mudah, sedangkan siswa di Papua perkalian saja masih lambat (hanya contoh).
2. Untuk apa memasukkan suatu standar, yang saat kuliah kemungkinan besar tidak diulangi lagi. Banyak ilmu eksak yang saya rasa terlalu berlebihan untuk digunakan sebagai standar SBMPTN. Misalnya aljabar deret, fisika kuantum, dan kimia yang campur bahan2 wkwkwk. Apakah Teknik Fisika mengaplikasikan fisika kuantum? Tidak. Apakah Teknik Kimia mengaplikasikan campur2 bahan? Tentu tidak, teknik kimia concern ke bidang perancangan sistem dan pabrik. Jadi untuk apa membuat suatu standar tinggi tapi pada akhirnya tidak aplikatif. Ini yang begitu saya sadari ketika saya kuliah dan kerja.
Saran saya untuk standar SBMPTN/sejenisnya, pilih soal yang aplikatif saja. Pasti tenaga pendidik paham lah makna aplikatif disini seperti apa. Kedua, harusnya sistem SBMPTN sekarang sudah menyertakan soal mengenai keahlian dan skill. Misalnya ketika seorang mau masuk bidang teknik, diberikan soal terkait aplikasi ilmu teknik. Seorang yang memiliki minat programming diberi soal mengenai pemrograman. Ya tidak perlu juga kan minat teknik tapi diberi soal anatomi tubuh manusia. Tidak perlulah standar SBMPTN memberatkan siswa, apalagi memaksa seseorang ahli dalam semua ilmu. Sudah saatnya standar test Universitas harus spesifik dan menjurus kepada bidang peminatannya menurut saya.
Teknik Fisika
Okei selanjutnya saya akan membahas mengenai teknik fisika dan kurikulum perkuliahan. Teknik Fisika secara definisi umumnya merupakan ilmu yang memanfaatkan fenomena-fenomena fisika dalam aplikasi ilmu teknik. Ilmu teknik gabungan yang include di Teknik Fisika seperti ilmu teknik mesin (mechanical dan energy conversion), Elektrikal (Arus lemah, Kontrol, dan Telekomunikasi), Teknik Kimia (Proses), dan Teknik Material. Itulah mengapa Himpunan Mahasiswa Teknik Fisika ITB memiliki logo bajak laut, yang melambangkan bahwa teknik fisika "membajak" ilmu-ilmu teknik lainnya.
Logo HM Tekfis ITB |
Di Teknik Fisika UGM sendiri seperti yang pernah saya sampaikan, memiliki 3 peminatan ilmu :
1. Peminatan Kontrol dan Instrumentasi
2. Peminatan Energi Terbarukan dan Konversi Energi
3. Peminatan Akustik/ Fisika Bangunan.
saya dengan korsa tekfis UGM wkwkw |
Dunia Kerja
Setelah saya lulus dari UGM, saya bekerja di salah satu distributor Siemens sebagai Technical Support. Siemens sendiri sudah terkenal sebagai perusahaan pembuat peralatan pabrik seperti Field Instrument (Sensor, Transmitter, Positioner). Electrical Device ( Kontaktor, Power Supply, Motor, Inverter), Factory Automation (PLC, Remote I/O Module, Switch Hub), dan Industrial Communication (Kabel, Communication Module).
Mungkin ada yang berpikir bahwa semua yang saya sebut di atas merupakan materi yang sudah saya terima sejak saya kuliah.
Jawaban saya : bekal kuliah saya bahkan tidak sampai 5% dari pemahaman saya tentang instrumentasi hingga saat ini.
Banyaj pernyataan dan pertanyaan yang sering saya dengar bersliweran
Lah namanya juga fresh graduate, wajarlah gak paham apa-apa
Mungkin di tempat kerjaan kamu beda dengan yang dibahas dosen
Emang di kuliah gak diajarin sama dosen di UGM?
Pertanyaan dan pernyataan di atas, mungkin ada benarnya. Tapi tidak salah jikalau kita ingin lebih siap masuk ke dunia kerja, kita harus mengkoreksi kurikulum perkuliahan. Sejujurnya, ada satu hal yang menjadi beban terberat saya. Menulis kalimat "majoring on instrumentation" pada CV saya ketika saya lulus dari UGM.
headline of my CV hahahaha |
Mengapa saya katakan "beban"? Karena keberanian itu timbul hanya dari pengalaman KP saya di PT.Saka dan berbekal sertifikat pelatihan PLC di Institut Teknologi Bandung. Kalau pas interview ditanya tentang instrumen?
Ya jawaban saya didominasi :
"hmm belum pernah Pak...... hmmm kurang paham Pak".
Ya begitulah dilema yang saya alami. Saya merasa tidak membawa bekal banyak dari perkuliahan. Entah saya yang kurang memiliki inisiatif belajar sendiri, entah saya yang tidak paham seperti apa realistis dunia kerja yang akan saya hadapi di depan.
Ketika hari pertama saya bekerja, saya masih ingat betul ditanya mengenai ini :
"Wiring transmitter paham kan?".
2-wire wiring transmitter |
Saat di kampus dulu ya saya cuman diajarin jenis-jenis transmitter. Untuk wiringnya? ya gak pernah diajarin lah. Kemudian ketika saya diberi materi PLC saat bekerja, saya begitu percaya diri bahwa saya pasti udah paham 60% terkait PLC berbekal sertifikasi pelatihan di ITB.
Kemudian mentor saya berkata,
"Franky tolong PLC nya kamu wiring dulu ya".
Ya kembali saya dengan malu berkata bahwa saya tidak paham. Malu memang, kelihatannya seperti pelatihan saya dulu sia-sia. Dulu pas pelatihan selama 3 hari, setiap hari saya diajarkan cara programming PLC. Tapi tidak ada satupun peserta yang curious terkait wiringnya. Padahal menurut saya, programming dan wiring itu sama pentingnya. Saat kerja ini juga saya baru lihat dan megang secara langsung berbagai jenis transmitter. Bahkan saya juga diajari dan dituntut untuk bisa men-setting beberapa jenis transmitter, dan ternyata setelah saya pahami bahwa beda jenis transmitter, beda pula cara settingnya hahaha.
TF C UGM 2015, was taken on 24th April 2021 |
Setelah teman-teman sekelas saya saat kuliah dulu melakukan reuni kecil-kecilan, saya dapat menyimpulkan bahwa ternyata teman-teman teknik fisika UGM banyak beralih ke pengolahan dan pemrosesan data. Ada yang menjadi data scientist, data engineer, dan data analytics. Kalau kesimpulan saya sih, fenomena ini timbul atas 2 hal : lapangan kerja mengenai segala sesuatu yang berbau data di era digital ini sangat diperlukan untuk analisis dan pengambilan keputusan perusahaan, dan yang kedua tentunya mereka tidak begitu mendapat bekal yang cukup selama kuliah di teknik fisika. Kenapa tidak mendapat bekal yang cukup? Ya karena sarana penunjang antara teori dan praktek yang saya sampaikan di atas selama perkuliahan sulit direalisasikan. Saat kuliah mahasiswa tidak pernah melihat langsung transmitter, saat kuliah mahasiswa tidak pernah lihat langsung PLC, saat kuliah mahasiswa tidak pernah diajarin program HMI. Ya saya gak begitu tau penyebab tidak adanya pengadaan barang-barang tersebut di laboratorium.
Tapi yang bisa saya sampaikan "Practice is the best education".
Kalau alasan teman saya sih umumnya sama, "Gw gak merasakan passion di teknik fisika". Menurut saya penyebab utamanya ya karena mereka tidak mendapat practice yang cukup selama kuliah, sama seperti saya juga. Tapi saya bersyukur bahwa saat kerja sekarang, saya benar-benar dibimbing dari awal untuk belajar instrumentasi lebih dalam. Saya tidak bermaksud memberikan komen negatif atau kritik terkait pekerjaan teman saya, tapi saya mau fokus kepada pengaruh bekal kuliah terhadap dunia kerja.
Tapi kan kebanyakan orang pekerjaannya berbeda dengan bidang pendidikannya.....
Ya realita nya seperti itu, tapi saya rasa penyebab realita di atas adalah seperti apa yang saya sampaikan sebelumnya.
Apa yang perlu kita koreksi terkait pendidikan di Indonesia?
Menurut saya ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam setiap tingkatan pendidikan di Indonesia :
1. Kurikulum SMP saya rasa sudah bagus, tapi menurut saya pemisahan antara IPA dan IPS sudah harus dilakukan sejak kelas 8 SMP, bukan kelas 11 SMA. Di samping itu yang perlu disoroti adalah terkait ekstrakulikuler yang seharusnya sudah mengarah kepada skill dan keahlian dasar.2. Kurikulum SMA menurut saya sudah harus disisipi dengan keahlian-keahlian yang sudah mengarah kepada minat perkuliahan. Perlu adanya ekskul terkait skill dan keahlian lanjutan,misalnya ditambahkan ekskul desain seperti Autocad and Solidwork Electrical dan Mechanical design bagi siswa yang minatnya ke teknik, Corel Draw dan photoshop design bagi siswa yang minatnya ke multimedia, basic programming bagi siswa yang minatnya ke pemrograman, dsb. Kalaupun ada materi-materi eksak, menurut saya secukupnya saja. Di tingkat ini pula seharusnya sudah ditanamkan jiwa wirausaha kepada setiap siswa.
"Ya kalau seperti itu mending masuk STM atau SMK saja!"
STM/SMK itu terkait skill memang bagus, tapi yang menjadi nilai lebih SMA disamping teorinya adalah pembinaan disiplin dan karakter yang menurut saya masih lebih bagus. Disamping itu ada skill-skill general seperti bahasa yang saya rasa juga menjadi nilai tambah SMA.
3. Kurikulum perkuliahan harusnya sudah 50% teori : 50% praktik.
"Tapi kan alat-alat praktek mahal?"
Ya memang seperti itu caranya agar mahasiswa Indonesia maju dan siap kerja. Kalau cuma teori di kelas terus, saya rasa sampai kapanpun akan banyak produk mahasiswa yang tidak siap menghadapi realita pekerjaan.
"Kenapa tidak masuk D3?"
Saya rasa keunggulan S1 dibanding D3 ada di pola pikir terstruktur. Saya begitu mengacungi jempol kepada mahasiswa D3 terkait keterampilan mereka, tapi untuk setiap tingkat pendidikan pasti ada perbedaan. S1 dengan masa kuliah lebih lama seharusnya lebih memiliki pola pikir yang terstruktur dan sistematis dalam menghadapai problema.
The Phenomena
1. Dulu saya punya teman SMP. Ketika SMA, kami berpisah dan tidak berada pada satu sekolah. Saya tahu dia begitu pintar, dibuktikan dengan partisipasinya dalam OSN (Olimpiade tingkat SMA) hingga tingkat Nasional. Ketika kuliah, saya begitu kaget mendengar bahwa dia tidak lolos di Univ negri manapun saat SBMPTN. Dan fenomena ini terjadi tidak hanya kepada satu teman saya. Analisa saya adalah bahwa dia terlalu mengorbankan waktu belajarnya untuk olimpiade, sementara dia tidak mempersiapkan dirinya untuk paham semua bidang (standar Indonesia untuk SBMPTN wkwk). Miris memang, tapi realitanya adalah seperti itu.
2. Ketika saya kuliah di UGM, saya melihat fenomena sedikit banyak mahasiswa UGM yang memilih pindah ke sekolah kedinasan. Alasan pertama mungkin jurusan kuliah itu tidak sesuai dengan keinginannya. Alasan kedua tentunya adalah "kepastian". Yaa di zaman sekarang ini, gelar sarjana tidak menjamin seorang cepat dan mudah mencari pekerjaan. Kenapa orang memilih kedinasan? Ya karena uang sekolahnya gratis, langsung kerja, dan ada yang langsung bisa jadi PNS. Siapa orang di zaman ini yang tidak tergiur dengan kepastian? Bukan berarti saya merendahkan atau meletakkan stigma negatif pada kedinasan, tapi kembali kepada motif utama tadi. Apakah kampus/universitas tidak mampu memberikan jaminan/kepastian kepada mahasiswanya terkait pekerjaan? Terkait masa depan?
"Kampus kan cuman memberikan materi, selanjutnya ya mahasiswa lah yang menentukan masa depannya"
Tapi kalau tidak memiliki keahlian, bagaimana bisa memiliki daya saing? Keahlian timbul dari sarana dan prasarana kampus yang memadai. Jadi menurut saya kekurangan sistem pendidikan kampus ada pada aktualisasi antara teori di kelas dengan kenyataan di lapangan.
Di akhir kata menurut pandangan saya, seluruh petinggi di bidang pendidikan perlu lah setidaknya mengkaji ulang kurikulum mereka dari jenjang terendah sampai tertinggi apakah sistem yang sudah ada masih relevan dengan zaman digitalisasi saat ini? Apakah sistem yang sudah ada koheren dengan minat dan skill peserta didik atau masih merepotkan dengan pelajaran yang tidak perlu? Apakah sisem yang sudah ada mampu merangsang jiwa wirausaha dalam diri peserta didik? Semoga kedepannya sistem pendidikan di Indonesia lebih baik dan maju.
TERIMAKASIH untuk GURU dan TENAGA PENDIDIK!!!!!!!!
Comments
Post a Comment