Thursday, September 14, 2023

Switch Carrer

Dah lama nih saya gak nulis blog lagi...

For the past 5 or 6 months, saya sedang belajar dan berjuang mengenai dunia web developer. Bukan hanya belajar sih, lebih tepatnya purpose saya adalah untuk "switch career". Bukan hal yang mudah memang, tapi dengan berbagai alasan, akhirnya saya memutuskan mantap untuk melakukannya.

Ditengah  gempuran kemajuan teknologi yang semakin maju, hampir semua sektor industri saat ini membutuhkan sektor IT. Banyak tujuan besar secara umum yang bisa dicapai, apakah itu untuk mempromosikan company atau produk mereka dalam bentuk pemeliharaan web, pengelolaan seluruh data mereka (misalnya data raw material maupun jam kerja perusahaan) ataupun tujuan khusuh seperti pengembangan software komersial bagi company yang memang bergerak di sektor konsultan teknologi. Hal ini juga diperkirakan akan terus berkembang, bahkan isu yang paling sannter adalah teknologi yang dapat menggantikan manusia.

Sebenarnya, saya sudah memiliki niat untuk mempelajari programming sejak tahun lalu. Namun karna saya saat itu masih sibuk menjalani pekerjaan saya as "instrument engineer", saya akhirnya memantapkan langkah saya untuk resign. Ya, keluar dari dunia instrument dan memasuki dunia web programming.

Bootcamp

Saya mengikuti bootcamp selama 5 bulan pada salah satu institusi bootcamp  ternama di Indonesia. Soal biaya, saya memilih pembayaran setelah kerja. Sebenarnya durasi bootcamp ini adalah 4 bulan, namun karna satu dan lain hal, saya tidak lulus di salah satu fase dan harus mengulang kembali selama 1 bulan. Setelah lulus, saya keterima kerja di salah satu konsultan teknologi sebagai Junior Front End Developer dan mendapatkan penempatan pada cabang Yogyakarta. Yeayy akhirnya balik ke kota Seribu Kenangan ini hahaha...


Programming

Setelah saya mengikuti bootcamp, saya paham bahwa programming itu menyangkut 3 hal :
Syntax, Logic, dan Flow.

Syntax itu menyangkut penggunaan simbol dasar seperti: "()" atau "{}" atau tanda "[]". 

Logic itu kebanyakan terkait logika pengkondisian seperti if, while, dan lain2

Sementara Flow, menyangkut alur program, seperti arsitektur konsep MVC (model, view, controller) dalan pengembangan sebuah web.


Web Developer

Dari istilahnya, kita bisa paham job desc nya adalah sebagai pengembang web. Secara garis besar sendiri, web developer terbagi menjadi 2, yaitu backend developer, dan frontend developer. Menurut pemahaman saya, backend simpelnya bertanggung jawab untuk mendevelop sisi server. Bagaimana melakukan request pemanggilan data, bagaimana agar kerja server tidak terlalu berat (optimasi), bagaimana untuk menghandle autentikasi dan autorisasi dan wewenang apa saja yang dapat dilakukan user, dan lainnya. Sementara front end bertanggungjawab untuk menampilkan / visualisasi website yang menarik dan baik.  

Dulunya saya memilih front end untuk menghindari logika-logika rumit programming, namun setelah saya bekerja saya memahami bahwa front end pun menggunakan logika-logika yang rumit jika sudah dikombinasikan dengan library yang digunakan.

Karena saya saat menulis blog ini baru bekerja selama 2 bulan, saya gabisa kasi banyak hal haha.

Oiya kebetulan saya juga memiliki website pribadi yang saya buat menggunakan React (library Javascript for frontend). Kalian bisa cek disini :



My Profile Web


Dibawah ini adalah contoh web yang pernah saya buat:







Thank youu....

Thursday, April 28, 2022

INSTALASI dan COMMISIONNING CLAMP ON ULTRASONIC | INSTRUMENT PART 19

Pada bagian ini, saya mungkin akan sharing mengenai instalasi dan commisionning Flowmeter Ultrasonic Clamp-On. 

Seperti yang kita tahu, Flowmeter tipe Ultrasonic sendiri memiliki 2 tipe sensor, tipe in-line dan clamp-on. Pada tipe in-line. terbagi lagi menjadi 2 ; pertama ada yang include dengan potongan pipa (sensor dan pipa sudah dipasang di factory), kedua ada yang hanya berupa sensornya saja, sehingga pipa existing user nantinya harus di lubangi. Perlu kembali kita ingat bahwa tipe inline ini hanya menggunakan tipe pengukuran direct. Sedangkan clamp-on tidak ada yang include bersama pipa dari factory, karena pemasangannya yang simpel dan tidak perlu melubangi pipa.

Clamp On UT Flowmeter

InlineUT Flowmeter

Pada bagian ini saya akan sharing terkait prosedur instalasi dan commisionning Clamp On UT Flowmeter.

Device pada sistem ini adalah :
1. Sensor/Transducer
2. Transmitter
3. Sensor Housing 
4. Strapper (pengikat sensor ke pipa)
5. Couplant (Media cairan antara sensor dengan pipa)
6. Spacing Bar (Pengukur jarak antar sensor)
7. Kabel sensor ke transmitter
8. Amplas spoon

Tools :
Obeng plus dan minus
Multimeter
Kabel tambahan (opsional)

Prosedur
1. Tentukan letak pemasangan sensor di pipa. Sesuai manual, jarak minimum sensor UP (Hulu) dari obstacle (elbow, reducer, atau valve) adalah >= 10DN, sedangan jarak minimum sensor DOWN (Hilir) dari obstacle setelahnya adalah >= 5DN.

2. Setelah rencana letak sensor ditentukan, gunakan amplas untuk menghaluskan permukaan pipa. Pipa harus benar-benar bersih untuk meminimalkan sinyal yang dapat terdeviasi. Karena prinsip UT Flowmeter adalah dengan sistem emitter-receiver, sinyal harus diterima secara baik oleh receiver.

3. Masukkan sensor kedalam sensor housing, kemudian kencangkan baut.

4. Oleskan couplant pada permukaan bawah sensor. Couplant juga merupakan faktor penting agar sinyal dari sensor merambat secara uniform pada permukaan pipa.

5.Tempelkan sensor dan sensor housing pada pipa yang sudah diamplas. Lilitkan strapper pada badan pipa dan dudukan sensor. Kencangkan strapper hingga dudukan sensor tidak bergerak ketika digoyangkan.

6. Lakukan hal yang sama pada sensor down. Untuk menentukan jarak antara sensor UP dan DOWN, data-data harus diinput terlebih dahulu ke transmitter.

7. Input data pipa, fluida, dan tipe sensor ke transmitter. Data-data ini harus benar dan akurat, karena nantinya transmitter yang menentukan berapa spacing (jarak).



8. Setelah selesai input data, jangan lupa untuk lakukan installing drive pada tranmitter. Installing drive bertujuan untuk menyimpan semua data-data tadi.

9. Number index (jarak antar sensor) akan secara otomatis dihitung oleh transmitter.

10. Setelah mengetahui number index, atur jarak antar sensor menggunakan spacing bar. Pastikan jarak sensor sudah sesuai dengan index pada transmitter.

Transmitter with sapcing bar


Note : Number of index merupakan nilai jarak antar sensor yang dihasilkan dari perhitungan data pipa dan fluida (tebal pipa, liner ada atau tidak, material pipa, material liner, jenis dan suhu fluida). Number of index bertujuan agar sinyal yang dipancarkan sensor UP, secara sempurna diterima oleh sensor DOWN, tanpa adanya deviasi.

11. Jika semua data yang diinput benar, dapat dipastikan bahwa sinyal dan hasil pengukuran sudah akurat.

12. Hampir semua flowmeter memiliki satu syarat yang sama perihal akurasi pengukuran : Pipa harus dalam kondisi penuh fluida (Fully pipe fluid). 
Jawabannya sederhana : Karena kalau masih ada udara, media dan properties fluida itu berbeda dengan air dan akan memengaruhi pengukuran.

13. Sebenarnya kondisi pipa yang paling bagus  dipasang UT Flowmeter adalah pipa yang selalu penuh (tidak penting air mengalir atau tidak), karena UT menggunakan air sebagai media hambat sinyal. Lantas bagaimana jika kita ingin mengukur flow pada pipa yang setengah penuh? Solusinya adalah posisi sensor dipindahkan ke samping pipa.

pemasangan sensor disamping pipa

Intalasi sensor disamping pipa ini sebenarnya lebih aman dan baik untuk dilakukan. Alasan utamanya karena didalam fluida pasti ada udara. Udara akan naik dan mengisi rongga pipa bagian atas. Hal ini yang menyebabkan sinyal UT tidak diterima secara sempurna.

Oke mungkin itu saja yang dapat saya sharing untuk test and commisionning Clamp on UT.
Thanks


Wednesday, April 27, 2022

TEST & COMMISIONNING BW 500 dan BELT SCALE (WEIGHING INSTRUMENT) | INSTRUMENT PART 18

 Pada bagian ini, saya mungkin akan sedikit sharing mengenai test and commisionning BW 500 (Transmitter) dan Belt Scale (Sensor) SIEMENS untuk produk Weighing.

Belt Scale Idler

Note : Pengetahuan saya mengenai produk weighing masih sangat terbatas, saya akan sharing berdasarkan apa yang saya pahami dan lakukan di lapangan saja.

Variabel instrument tidak hanya menyangkut 4 hal (P, T, F, L), tapi segala sesuatu yang dapat diukur secara fisis dan dikonversi menjadi sinyal listrik, itu dapat menjadi variabel instrument. Dalam bahasan kali ini, akan dibahas system weighing (berat). Di dalam sistem weighing, pengukuran tidak hanya diaplikasikan pada bidang pengukuran statis, tapi juga dalam bidang pengukuran dinamis (beban/massa yang berjalan). Contoh nyatanya adalah pengukuran berat massa yang melewati konveyor.

Hal yang kita perlu pahami terlebih dahulu adalah mengenai jenis konveyor yang terpasang. Untuk weighing system sendiri, aplikasinya hanya dapat digunakan pada belt scale. Karena dulu saya pernah memiliki pengalaman di pabrik PKS (Pabrik Kelapa Sawit), saya melihat ada 2 jenis conveyor yang paling banyak digunakan. Pertama Screw Conv. dan Kedua Scrapper Bar Conv. . Dua jenis conveyor ini tidak dapat menggunakan instrument weighing jenis idler karena alas conveyor ini bersifat statis. 

Belt Conveyor

Screw Conveyor


Scrapper bar conveyor

Setelah kita memahami jenis conveyor yang dapat diaplikasikan, kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana sistem pengukuran weighing ini. Prinsipnya sederhana, berat yang melewati sensor (load cell) akan dikalikan dengan laju kecepatan belt. Oleh karena itu pada sistem ini diperlukan speed sensor untuk mengukur kecepatan linear belt.

Rate (ton/jam) = Weight (kg/m) x Speed (m/s)
Rate (ton/jam) = (Weight x 0,001 kg/ton) x (Speed x  1 jam / 3600 s) 

Untuk formulanya hanya sesederhana itu.


Installation

Nah intalattion ini salah satu hal yang paling penting. Hasil pengukuran nantinya akan sangat dipengaruhi oleh installation (mekanikal).
Panduan lengkap instalasi bisa dilihat pada manual/datasheet MSI Belt Scale :


Inti dari prosedur instalasi itu sebenarnya hanya satu :
Memastikan tinggi 3 idler sebelum dan sesudah belt scale sejajar dengan bantuan benang (idler alignment) .



Test and commisionning.

Untuk test and commisioning, langkahnya sangat sederhana dan dapat dilihat di manual/datasheet BW 500 :


Intinya hanya 3 : Programming, Balancing, dan Calibration

1. Pastikan kabel eksternal dari Junction Box ke BW 500 sudah terpasang. (Kabel dari junction box ke BW 500 tidak disediakan oleh Siemens). 
Note :
*) 1 Kabel 6 wire shielded untuk 2 load cell
**) 1 Kabel 4 wire shielded untuk RBSS Speed Sensor

2. Koneksikan kabel Load Cell dan RBSS Speed Sensor ke pin Junction Box. Perhatikan warna kabel dan keterangan pada masing-masing terminal.

3. Koneksikan BW 500 dengan power AC/DC, dan kabel dari junction box. Perhatikan warna kabel dan keterangan pada pin BW 500. Pastikan kembali wiring sudah benar dan jangan lupa untuk koneksikan shield masing-masing kabel.

4. Setelah wiring sudah benar, langkah selanjutnya yang kita lakukan adalah programming BW 500. Masukkan masing-masing nilai parameter sesuai form yang diisi oleh user.

5. Setelah melakukan programming, lakukan load cell balancing.
5.1 Angkat belt conveyor yang berada di atas belt scale
5.2 Pilih parameter P295 pada BW 500.
5.3 Ketika ada perintah “Place weight at cell B and press ENTER“, letakkan batu timbang pada sisi load cell B, kemudian tekan enter.
5.4 Lakukan sebaliknya pada load cell A.
5.5 Setelah Balancing selesai, turunkan kembali belt conveyor.

6. Setelah itu lakukan Zero Calibration. Zero Calibration bertujuan agar BW 500 menghitung berat kosong rerata belt conveyor, sehingga BW 500 hanya menghitung beban batu bara yang lewat.
6.1 Pastikan kondisi conveyor kosong dan tidak ada beban diatasnya.
6.2 Jalankan conveyor
6.3 Tekan tombol Zero pada BW 500 dan tunggu sampai BW 500 menunjukkan angka 100%.

7. Setelah lakukan Zero Calibration, lakukan Span Calibration. Span Calibration bertujuan untuk kalibrasi Belt Scale saat diberi beban yang diketahui jumlahnya. Disini kami menggunakan 2 batu timbang dengan berat total 16,26 kg. Note : Berat batu timbang untuk span calibration diinput pada parameter P017. Gunakan data berat dan jarak rerata antar inder (test load : 16,26 kg, idler spacing : 1,2 meter)
7.1 Pastikan kondisi conveyor kosong dan tidak ada beban diatasnya.
7.2 Letakkan batu timbang tepat di tengah gantungan belt scale.
7.3 Jalankan conveyor
7.4 Tekan tombol Span pada BW 500 dan tunggu sampai BW 500 menunjukkan angka 100%.

Belt Scale (kanan) dan speed sensor (kiri)

Batu timbang untuk kalibrasi


Terimakasih.

Thursday, October 28, 2021

Pengecekan Transmitter yang Rusak | INSTRUMENT PART 17

Pada bagian ini, saya ingin sharing pengalaman saya yang tidak seberapa ini. Tujuan saya murni hanya untuk sharing dan diskusi, karena saya pun sampai sekarang masih belajar dan belajar. Oke langsung saja ke topiknya....

Sebenarnya transmitter yang rusak itu apa sih? Menurut saya makna "rusak" itu bisa diindikasikan dengan sinyal transmitter yang tidak terbaca oleh kontroller / PLC. Ini beda kasusnya dengan "transmitter error". Transmitter error menurut saya ketika ada salah satu fungsi/fitur transmitter yang tidak berjalan dengan semestinya.

Contoh transmitter eror dan penyebabnya :

1. Nilai pembacaan flowmeter yang fluktuatif dan hunting, disebabkan oleh pipa media non metal, sehingga titik referensi bias.

2. Nilai pembacaan ultrasonic level sensor fluktuatif dan hunting, disebabkan oleh koneksi ground sensor ke transmitter tidak terhubung.

Ultrasonic noise source


3. Power pada flowmeter terbaca tidak memenuhi (error), karena kabel sensor yang digunakan bukan merupakan standar factory.

4. Sensorprom pada flowmeter tidak terinstal, sehingga data kalibrasi factory tidak terinput ke transmitter. Membuat transmitter tidak bisa menampilkan hasil pengukuran.

Error on magnetic flowmeter


Dan banyak lagi peristiwa erornya transmitter. Sebenarnya solusi untuk semua device instrumen selalu sama : BACA MANUAL INSTRUMEN TERSEBUT dan CARI TAHU INDIKASI ERRORNYA KARENA APA.

Untuk mencari tahu indikasi dan penyebab eror sebenarnya gampang-gampang susah. 

1. Apakah display instrumen menampilkan suatu lambang terntentu / keterangan eror.

error sign on display

 

2. Cek semua koneksi kabel apakah sudah terhubung secara baik atau belum.

dont forget to wire shield/ground cable to terminal

Kalau misalnya 2 cara di atas belum bisa, kita harus menggunakan try and error diagnose lah wkwk. Kalau yang ini sih udah dalam ranah pengalaman, tidak bisa secara teoritis wkwk.

Okei back to the topic. Untuk transmitter yang rusak, sebenarnya saya punya 1 jurus jitu untuk mengetahuinya. 

Looping Transmitter dengan Menggunakan Remote Display.

Seperti yang kita ketahui, wiring pada transmitter ada beberapa jenis. 

1. Looping 2 wire : merupakan wiring yang paling umum digunakan pada transmitter. 2 wire disini menjelaskan bahwa dalam dalam 1 kabel, berfungsi sebagai daya sekaligus output.

2 wire looping diagram

2. Looping 4 wire : Biasanya 2 kabel digunakan sebagai power, dan 2 kabel lagi digunakan sebagai output.

4 wire transmitter

Langkah Looping Transmitter yang rusak :

1. Cabut kabel transmitter yang berasal dari PLC.

2. Koneksikan transmitter ke RD 300 Siemens.

RD 300 looping to transmitter


3. Pada menu RD 300, lakukan scaling :

lower scale    :     4 mA   -->    4

upper scale    :    20mA   -->    20   

Scaling di atas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui arus looping yang mengalir pada transmitter. Ada 2 kondisi yang dapat kita gunakan sebagai dasar bahwa transmitter rusak. Arus yang terbaca adalah sebesar < 4mA ATAU >20mA. Intinya out of range dari current operation yang seharusnya lah.

Terkait dengan fenomena current yang out of range ini, sebenarnya saya sedikit bingung terkait penjelasannya.

Untuk transmitter yang nilai looping currentnya < 4 mA, saya tidak begitu paham penyebab dan diagnosa kerusakannya. Untuk transmitter yang nilai looping currentnya > 20 mA, bahkan dalam satu kasus mendekati infinite (999.9 mA).

Di bawah ini adalah transmitter rusak yang pernah saya tes :

1. Pressure Transmitter P320

below normal current looping

Dapat dilihat bahwa transmitter mati total. Kemudian wiring dari PLC dilepaskan dari transmitter. Transmitter di looping dengan RD 300 Siemens yang sudah kita scaling. Kemudian RD 300 kita powered on, dan dapat dilihat hasilnya. Transmitter tetap mati, dan arus loopingnya 3,39 mA. Ini jelas out of range dari batas bawah arus looping. Kemudian Siemens Indonesia memutuskan berdasarkan hasil diagnosa bahwa kerusakan ada pada display. Setelah display baru datang dari factory dan dicoba ke transmitter rusak, transmitter tetap tidak menyala. Kemungkingan kerusakannya ada pada mainboard elektriknya. Untuk penyebabnya saya belum tahu pasti, tapi some of possibility akan coba saya tuliskan di bawah.

2. Level Transmitter Probe LU

high humidity on transmitter's terminal. This caused by wrong installation

infinite current looping. Display keep flashing

Saat melihat setup instalasi, saya sudah menduga bahwa transmitter yang satu ini rusak karena kemasukan air. Okeii saya coba cek dulu kondisinya. Seperti biasa setelah transmitter dilepaskan dari kabel plc, maka kita looping dengan RD 300. Transmitter yang tadinya mati, tiba-tiba menyala. Namun kondisi menyala bukan berarti bahwa transmitter baik-baik saja. Tiba-tiba layar menampilkan simbol aneh yang tidak dapat mengerti. Hanya menampilkan seven segment yang tidak jelas bentuknya. Oiya semua display transmitter pasti menampilan seven segment. Yang paling bikin saya kaget adalah, pada RD300 ditampilkan angka 999,9 mA. Yang mana artinya bahwa looping current tersebut jauh melebihi 20 mA. Disini saya begitu kaget karena selama saya melakukan pengujian looping current dengan RD300, maksimal yang selalu saya dapat adalah arus sebesar 20 mA. Flashing pada display RD300 semakin membuat saya curiga, bahwa transmitter ini sudah dalam kondisi rusak. Dan setelah saya cek pada manual RD300, ternyata memang benar :

error on datasheet

RD300 memang didesain untuk looping 4-20 mA. Jadi ketika suatu arus looping ada diluar batas tersebut, maka device ini akan menampilkan angka secara flashing. Ini sudah jelas saya pikir berada pada kondisi infinite current. Sesuai persamaan hukum listrik, arus akan mendekati tak terhingga ketika resistansi ~ 0 ohm. Yang membuat resistansi ~0 tentunya adalah peristiwa short circuit, dimana potensial positif langsung berhubungan dengan potensial negatif tanpa melewati hambatan (board transmitter).


Kesimpulan

Sebenarnya untuk pengecekan apakah sebuah transmitter sudah rusak atau belum ada banyak caranya. Yang paling umum digunakan adalah menggunakan HART Communicator. Karena fitur pada HART Communicator ini sangat banyak (tidak hanya mengecek looping current), tapi juga bisa mengecek dan mengimput rentang kerja transmitter.

Saya sudah menanyakan masalah ini dibeberapa forum khusus automation and instrument, dan orang yang expert di bidang instrumen mengatakan bahwa produsen tidak tertarik untuk memproduksi part instrument. Artinya ketika alat instrumen kita rusak (selama ini bukan karena human error), pilihannya hanya ada 2 : claim warranty selama masih ada masa garansinya, atau beli yang baru. Hal ini juga yang menurut saya menjadi alasan kenapa diagnosa penyebab kerusakan instrumen tidak secara detail diteliti. Misalnya TV kita mati dan kita panggil teknisi. Pasti teknisi tersebut menyarankan kita membeli komponen A, B, C. Instrumen tidak seperti itu, terkadang masalahnya sulit dideteksi.

Terkait penyebabnya, dibawah saya akan berikan penjelasan dari orang yang expert :

link : Siemens Forum 

There are general service conditions that cause failures, like:

- heat kills electronic components and seals.  Over heating any electronic device shortens its life considerably.
- over pressuring pressure components either kills the sensor or distorts so badly that the readings are meaningless.
- water or liquid intrusion into electronic compartments causes damage
- near lightning strikes damage electronics
- excessive common mode voltage can burn out electronics
- corrosion causes electrical connection problems which causes faults.
- Applying 24Vdc across the input resistor of 4-20mA input channel will burn out the little 1/8W resistor (when someone puts a jumper across the (+) and (-) terminals of a powered, 2 wire transmitter)
- dirt and grit in the flow stream of a turbine meter
- customers will connect 120Vac across the terminals 24Vdc device and burn it up.

Sebenarnya kerusakan transmitter lebih banyak disebabkan human error ketimbang defect from factory. Jadi sebaiknya pahami spesifikasi trasnmitter, pahami prosedur dan instalasi terlebih dahulu, dan jangan lupa baca manual alatnya sebelum dioperasikan. 

Tengkyuuuuu...